Sumber : SufiNews.com
Nama Uwais al-Qarani memainkan peranan penting dalam biografi mistikal nabi.
"Sesungguhnya aku merasakan nafas ar-Rahman, nafas dari Yang Maha Pengasih,
mengalir kepadaku dari Yaman!" Demikian sabda Nabi SAW tentang diri Uwais, yang
kemudian dalam tradisi tasawuf menjadi contoh bagi mereka yang memasuki tasawuf
tanpa dituntun oleh sang guru yang hidup. Para sufi yang mengaku dirinya telah
menempuh jalan tanpa pemba'iatan formal kemudian disebut dengan istilah Uwaisi.
Mereka ini dibimbing langsung oleh Allah di jalan tasawuf, atau telah
ditasbihkan oleh wali nabi yang misterius, Khidhir.
Uwais yang bernama lengkap Uwais bin Amir al-Qarani berasal dari Qaran, sebuah
desa terpencil di dekat Nejed. Tidak diketahui kapan beliau dilahirkan. Ia
kilahirkan oleh keluarga yang taat beribadah. Ia tidak pernah mengenyam
pendidikan kecuali dari kedua orang tuanya yang sangat ditaatinya. Untuk
membantu meringankan beban orang tuanya, ia bekerja sebagai penggembala dan
pemelihara ternak upahan. Dalam kehidupan kesehariannya ia lebih banyak
menyendiri dan bergaul hanya dengan sesama penggembala di sekitarnya. Oleh
karenanya, ia tidak dikenal oleh kebanyakan orang disekitarnya, kecuali para
tuan pemilik ternak dan sesamanya, para penggembala.
Hidupnya amat sangat sederhana. Pakaian yang dimiliki hanya yang melekat di
tubuhnya. Setiap harinya ia lalui dengan berlapar-lapar ria. Ia hanya makan
buah kurma dan minum air putih, dan tidak pernah memakan makan yang dimasak
atau diolah. Oleh karenanya, ia merasakan betul derita orang-orang kecil
disekitarnya. Tidak cukup dengan empatinya yang sedemikian, rasa takutnya
kepada Allah mendorongnya untuk selalu berdoa kedapa Allah : "Ya Allah,
janganlah Engkau menyiksaku, karena ada yang mati karena kelaparan, dan jangan
Engaku menyiksaku karena ada yang kedinginan."
Ketaatan dan kecintaannya kepada Allah, juga termanifestasi dalam kecintaannya
dan ketaatannya kepada Rasulullah dan kepada kedua orang tuanya, sangat luar
biasa. Di siang hari, ia bekerja keras, dan dimalam hari, ia asik bermunajat
kepada Allah swt. Hati dan lisannya tidak pernah lengah dari berdzikir dan
bacaan ayat-ayat suci al-Qur'an, meskipun ia sedang bekerja. Ala kulli hal, ia
selalu berada bersama Tuhan, dalam pengabdian kepada-Nya.
Rasulullah saw menuturkan keistimewaan Uwais di hadapan Allah kepada Umar dan
Ali bahwa dihari kiamat nanti, disaat semua orang dibangkitkan kembali, Uwais
akan memberikan syafaat kepada sejumlah besar umatnya, sebanyak jumlah domba
yang dimiliki Rabbiah dan Mudhar (keduanya dikenal karena mempunyai domba yang
banyak). Karena itu, Rasulullah menyarankan kepada mereka berdua agar
menemuinya, menyampaikan salam dari Rasulullah, dan meminta keduanya untuk
mendoakan keduanya, yang digambarkan bahhwa Uwais memiliki tinggi badan yang
sedang dan berambut lebat, dan memiliki tanda putih sebesar dirham pada bahu
kiri dan telapak tangannya.
Sejak Rasulullah menyarankan keduanya untuk menemuinya, sejak itu pula keduanya
selalu penasaran ingin segera bertemu dengan Uwais. Setiap kali Umar maupun Ali
bertemu dengan rombongan orang-orng Yaman, ia selalu berusaha mencaru tahu
dimana keberadaan Uwais dari rombongan yang ditemuinya. Namun, keduanya selalu
gagal mendapatkan informasi tentang Uwais. Barulah setalah Umar diangkat
menjadi khalifah, informasi tentang Uwais keduanya perolih dari serombongan
orang Yaman, "Ia tampak gila, tinggal sendiri dan tidak brgaul dengan
masyarakat. Ia tidak makan apa yang dimakan oleh kebanyakan orang, dan tidak
tampak susan atau senang. Ketika orang-orang tersenyum ia menangis, dan ketika
orang-orang menangis ia tersenyum". Demikian kata rombongan orang-orang Yaman
tersebut. Mendengar cerita orang-orang Yaman tersebut, Umar dan Ali segera
berangkat menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang-orang Yaman tadi.
Akhirnya, keduanya bertemu dengan Uwais di suatu tempat terpencul. Abi Naim
al-Afshani menuturkan dialog yang kemudian terjadi antara Umar dan Ali dengan
Uwai al-Qarani sebagai berikut:
Umar : Apa yang anda kerjakan disini ?
Uwais : Saya bekerja sebagai penggembala
Umar : Siapa nama Anda?
Uwais : Aku adalah hamba Allah
Umar : Kita semua adalah hamba Allah, akan tetapi izinkan kami untuk mengetahui
anda lebih dekat lagi
Uwais : Silahkan saja.
Umar dan Ali : Setelah kami perhatikan, andalah orang yang pernah diceritakan
oleh Rasulullah SAW kepada kami. Doakan kami dan berilah kami nasehat agar kami
beroleh kebahagiaan dunia dan di akherat kelak.
Uwais : Saya tidak pernah mendoakan seseorang secara khusus. Setiap hari saya
selalu berdoa untuk seluruh umat Islam. Lantas siapa sebenarnya anda berdua.
Ali : Beliau adalah Umar bin Khattab, Amirul Mu'minin, dan saya adalah Ali bin
Abi Thalib. Kami berdua disuruh oleh Rasulullah SAW untuk menemui anda dan
menyampaikan salam beliau untuk anda.
Umar : Berilah kami nasehat wahai hamba Allah
Uwais : Carilah rahmat Allah dengan jalan ta'at dan penuh harap dan bertawaqal
kepada Allah.
Umar :Terimakasih atas nasehat anda yang sangat berharga ini. Sebagai tanda
terima kasih kami, kami berharap anda mau menerima seperangkat pakaian dan uang
untuk anda pakai.
Uwais : Terimakasih wahai Amirul mu'minin. Saya sama sekali tidak bermaksud
menolak pemberian tuan, tetapi saya tidak membutuhkan apa yang anda berikan
itu. Upah yang saya terima adalah 4 dirham itu sudah lebih dari cukup. Lebihnya
saya berikan kepada ibuku. Setiap hari saya cukup makan buah kurma dan minum
air putih, dan tidak pernah makan makan yang di masak. Kurasa hidupku tidak
akan sampai petang hari dan kalau petang, kurasa tidak akan sampai pada pagi
hari. Hatiku selalu mengingat Allah dan sangat kecewa bila sampai tidak
mengingat-Nya.
Ketika orang-orang Qaran mulai mengetahui keduduka spiritualnya yang demikian
tinggi di mata Rasulullah saw, mereka kemudian berusaha untuk menemui dan
memuliakannya. Akan tetapi, Uwais yang sehari-harinya hidup penuh dengan
kesunyian ini, diam-diam meninggalkan mereka dan pergi menuju Kufah,
melanjutkan hidupnya yang sendiri. Ia memilih untuk hidup dalam kesunyian, hati
terbatas untuk yang selain Dia. Tentu saja, "kesunyian" disini tidak identik
dengan kesendirian (pengasingan diri). Hakekat kesendirian ini terletak pada
kecintaanya kepada Tuhan. Siapa yang mencintai Tuhan, tidak akan terganggu oleh
apapun, meskipun ia hidup ditengah-tengah keramaian. Alaisa Allah-u bi Kafin
abdahu?
Setelah seorang sufi bernama Harim bin Hayyam berusaha untuk mencari Uwais
setelah tadak menemukannya di Qaran. Kemudian ia menuju Basrah. Di tengah
perjalanan menuju Basrah, inilah, ia menemukan Uwais yang mengenakan jubah
berbulu domba sedang berwudhu di tepi sungai Eufrat. Begitu Uwais beranjak naik
menuju tepian sungai sambil merapikan jenggotnya. Harim mendekat dan memberi
salam kepadanya.
Uwais : menjawab: " Wa alaikum salam", wahai Harim bin Hayyan.
Harim terkejut ketika Uwais menyebut namanya.
"Bagaimana engakau mengetahui nama saya Harim bin Hayyan?' tanya Harim. "Roku
telah mengenal rohmmu", demikian jawan Uwais.
Uwais : kemudian menasehati Harim untuk selalu menjaga hatinya. Dalam arti
mengarahkannya untuk selalu dalam ketaatan kepada-Nya melalui mujahadah, atau
mengarahkan diri "dirinya " untuk mendengar dan mentaati kata hatinya.
Meski Uwais menjalani hidupnya dalam kesendirian dan kesunyian, tetapi pada
saat-saat tertentu ia ikut berpartisipasi dalam kegiatan jihad untuk membela
dan mempertahankan agama Allah. Ketika terjadi perang Shiffin antara golongan
Ali melawan Muawiyah, Uwais berdiri di golongan Ali. Saat orang islam
membebaskan Romawi, Uwais ikut dalam barisan tentara Islam. Saat kembali dari
pembebasan tersebut, Uwais terserang penyakit dan meninggal saat itu juga.
(t.39 H).
Demikianlah sekelumit tentang Uais al-Qarani, kemudian hri namanya banyak di
puji oleh masyarakat. Yunus Emre misalnya memujinya dalam satu sajak syairnya :
Kawan tercinta kekasih Allah;
Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani.
Dia tidak berbohong ; dan tidak makan makan haram
Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani
Di pagi hari ia bangun dan mulai bekerja,
Dia membaca dalam dzikir seribu satu malam Allah;
Dengan kata Allahu Akbar dia menghela unta-unta
Di tanah Yaman, Uwais alQarani
Negeri Yaman "negeri di sebelah kanan ", negeri asal angin sepoi-sepoi selatan
yang dinamakan nafas ar-rahman, Nafas dari Yang Maha Pengasih, yang mencapai
Nabi dengan membawa bau harum dari ketaatan Uwais al-Qarani, sebagaimana angin
sepoi-sepoi sebelumnya yang mendatangkan keharuman yang menyembuhkan dari
kemeja Yusuf kepada ayahnya yang buta. Ya'kub (QS, 12: 95), telah menjadi
simbul dari Timur yang penuh dengan cahaya, tempat dimana cahaya muncul, yang
dalam karya Suhrawadi menggambarkan rumah keruhanian yang sejati. "Negeri di
sebelah kanan " itu adalah tanah air Uwais al-Qarani yanag memeluk Islam tanpa
pernah betemu dengan nabi. Hikmah Yamaniyyah, "Kebijaksanaan Yaman," dan Hikmah
Yamaniyyah,"filosofi Yanani", bertentangan, sebagaimana makrifat intuitif dan
pendekatan intelektual, sebagaimana Timur dan Barat.
Doa dan Dzikir
Satu hal yang perlu digarisbawahi dari diri Uwais al-Qarani, kemudian menjadi
landasan dalam tareqat-tareqat sufi, selain baktinya yang luar biasa terhadap
kedua orang tuanya dan sikap zuhudnya, adalah doa dan dzikirnya. Uwais tidak
pernah berdoa khusus untuk seseorang, tetapi selalu berdoa untuk seluruh umat
kaum muslim. Uwais juga tidak pernah lengah dalam berdzikir meskipun sedang
sibuk bekerja, mengawasi dan menggiring ternak-ternaknya.
Doa dan dzikir bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Hakekatnya adalah satu. Sebab, jelas doa adalah salah satu bentuk dari dzikir,
dan dzikir kepada-Ku hingga ia tidak sempat bermohon (sesuatu) kepada-Ku, maka
Aku akan mengaruniakan kepadanya sesuatu yang terbaik dari yang diminta orang
yang berdoa kepada-Ku".
Uwais selalu bedoa untuk seluruh muslimin. Doa untuk kaum muslim adalah salah
satu bentuk perwujudan dari kepedulian terhadap "urusan kaum muslim".
Rasulullah saw. Pernah memperingatkan dengan keras: Siapa yang tidap peduli
dengan urusan kaum muslim, maka ia tidak termasuk umatku." Dalam hal ini,
Rasulullah saw menyatakan bahwa permohonan yang paling cepat dikabulkan adalah
doa seseorang untuk saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan dan
mendahulukan doa untuk selain dirinya. Dan Uwais lebih memilih untuk medoakan
seluruh saudaranya seiman.
Suatu ketika Hasan bin Ali terbangun tengah malam dan melihat ibunya, Fatimah
az-Zahra, sedang khusu' berdoa. Hasan yang pensasaran ingin tahu apa yang
diminta ibunya dalam doanya berusaha untuk menguping. Namun Hasan agak sedikit
kecewa, karena dari awal hingga akhir doanya, ibunya, hanya meminta pengampunan
dan kebahagian hidup untuk seluruh kaum muslimin di dunia dan di akhirat kelak.
Selesai berdoa, segera Hasan bertanya kepada ibunya perihal doanya yang sama
sekali tidak menyisakan doanya untuk dirinya sendiri. Ibunya tersenyum, lalu
menjawab bahwa apapun yang kita panjatkan untuk kebahagiaan hidup kaum muslim,
hakekatnya, permohonan itu akan kembali kepada kita. Sebab para malaikat yang
menyaksikan doa tersebut akan berkata "Semoga Allah mengabulkanmu dua kali
lipat."
Dari prinsip tersebut, para sufi kemudian menarik suatu prinsip yang lebih umum
yang padanya bertumpu seluruh rahasia kebahagiaan. Apa yang kita cari dalam
kehidupan ini, harus kita berikan kepad orang lain. Jika kebajikan yang kita
cari, berikanlah; jika kebaikan, berikanlah; jika pelayanan, berikanlah. Bagi
para sufi, dunia adalah kubah, dan perilaku seseorang adalah gema dari pelaku
yang lain. Secuil apapun kebaikan yang kita lakukan, ia akan kembali. Jika
bukan dari seseorang, ia akan datang dari orang lain. Itulah gemanya. Kita
tidak mengetahui dari mana sisi kebaikan itu akan datang, tetapi ia akan datang
beratus kali lipat dibanding yang kita berikan.
Demikianlah, berdoa untuk kaum mulim akan bergema di dalam diri yang tentu saja
akan berdampak besar dan positif dalam membangun dan meningkatkan kualitas
kehidupan spiritual seseorang. Paling tidak, doa ini akan memupus ego di dalam
diri yang merupakan musuh terbesar, juga sekalihgus akan melahirkan dan
menanamkan komitmen dalam diri "rasa Cinta"dan "prasangka baik"terhadap mereka,
yang merupakan pilar lain dari ajaran sufi, sebagai manifestasi cinta dan
pengabdian kepada Allah swt.
Uwais tidak pernah lengah untuk berdzikir, mengingat dan mnyebut-nyebut nama
Allah meskipun ia sedang sibuk mengurus binatang ternaknya. Dzikir dalam
pengertiannya, yang umum mencakup ucapan segala macam ketaatan kepada Allah
swt. Namun yang dilakukan Uwais disini adlah berdzikir dengan menyebut
nama-nama Allah dan meningat Allah, juga termasuk sifat-sifat Allah. Ibn Qayyim
al-Jauziyyah ketika memaparkan berbagai macam faedah dzikir dalm kitabnya
"al-wabil ash-shayyab min al-kalim at-thayyib" menyebutkan bahwa yang paling
utama pada setiap orang yang bramal adalah yang paling banyak berdzikir kepad
Allah swt. Ahli shaum yang paling utama adalah yang paling banyak dzikirnya;
pemberi sedekah yang paling baik adalah yang paling banyak dzikirnya; ahli haji
yang paling utama adalah yang paling banyak berdzikir kepada Allah swt; dan
seterusnya, yang mencakup segala aktifitas dan keadaan.
Syaikh Alawi dalam "al-Qawl al-Mu'tamad," menyebutkan bahwa mulianya suatu nama
adalah kerena kemuliaan pemilik nama itu, sebeb nama itu mengandung kesan
sipemiliknya dalam lipat tersembunyi esensi rahasianya dan maknanya. Berdzikir
dan mengulang-ulang Asma Allah, Sang Pemilik kemuliaan, dengan demikian, tak
diragukan lagi akan memberikan sugesti, efek, dan pengaruh yang sangat besar.
Al-Ghazali menyatakan bahwa yang diperoleh seorang hamba dari nama Allah adalah
ta'alluh (penuhanan), yang berarti bahwa hati dan niatnya tenggelan dalam
Tuhan, sehingga yang dilihat-Nya hanyalah Dia. Dan hal ini, dalam pandangan Ibn
Arabi, berarti sang hamba tersebut menyerap nama Allah, yang kemudian
merubahnya dengan ontologis. Demikianlah, setiap kali kita menyerap asma Allah
lewat dzikir kepada-Nya, esensi kemanusiaan kita berubah. Kita mengalami
tranformasi. Yanag apada akhirnya akan membuahkan akhlak al-karimah yang
merupakan tujuan pengutusan rasulullah Muhammad saw.
Dilihat dari sudut panang psikologis sufistik, pertama-tama dzikir akan memberi
kesan pada ruh seseorang, membentuknya membangun berbagai kualitas kebaikan,
dan kekuatan inspirasi yang disugestikan oleh nama-nama itu. Dan mekanisme
batiniah seseorang menjadi semakin hidup dari pengulangan dzikir itu, yang
kemudian mekanisme ini berkembang pada pengulangan nama-nama secara otomatis.
Jadi jika seseorang telah mengilang dzikirnya selama satu jam, misalnya, maka
sepanjang siang dan malam dzikir tersebut akan terus berlanjut terulang, karena
jiwanya mengulangi terus menerus. Pengulangan dzikir ini, juga akan terefleksi
pada ruh semesta, dan mekanisme universal kemudian mengulanginya secara
otomatis. Dengan kata lain, apa yang didzikirkan manusia dengan menyebutnya
berulang-ulang. Tuhan kemudian mulai mengulanginya, hingga termaterialisasi dan
menjadi suatu realita di semua tingkat eksistensi. Wallahu a'lam bis-shawab.
2 comments:
Assalamualaikum.mcik selalu mendengar emak mcik berdoa dgn doa Uwais Al Qarni.bila ditanya,siapakah dia?mak mcik kata seseorg yg sangat maqbul doanya kerana sgt taat pd Allah dan ibunya.now mcik dpt lebih info lagi melalui blog anak..moga2 anak juga menjadi sptnya.
to mcik : moga bermanfaat..insyaAllah.
Post a Comment